Pahlawan Perlu Tanda Jasa - LIDINEWS.COM | Majalah Lidinews

Mobile Menu

Top Ads

More News

logoblog

Pahlawan Perlu Tanda Jasa

Kamis, 16 Mei 2024

Penulis : Ahmad Fikri Sahal

Mahasiswa Prodi Ilmu Komunikasi Universitas Tribhuwana tunggadewi Malang


Gambar : Pahlawan Perlu Tanda Jasa. Lidinews.id

Lidinews.id - Dalam kehidupan sehari-hari, peran guru tak terbantahkan dalam membentuk dan menginspirasi generasi muda.


Mereka adalah pahlawan pendidikan yang memberikan ilmu pengetahuan, membimbing, dan membentuk karakter anak-anak.


Dalam menjalankan tugasnya seorang guru tidak hanya menjadi tenaga pengajar yang memberikan asupan ilmu pengetahuan tetapi mereka juga di tuntut menjadi pendidik, pemimpin bahkan sebagai orangtua.


Artinya selain transfer ilmu,  guru juga harus mampu mentransfer nilai kepada murid-muridnya, dengan kata lain di tangan guru di tentukan nasib sebuah bangsa.


Hal ini menggambarkan pentingnya keberadaan seorang guru dalam sebuah negara.


Guru adalah sebuah profesi yang memegang posisi sentral, sebab dari guru lahir semua profesi, mulai dari bidang kedokteran, hukum, kesehatan, bisnis, politik, sosial, astronomi, fisika, kimia, filsafat bahkan pendidikan itu sendiri.


Jasa seorang guru memang tak ternilai dengan apapun, karena itulah sejak sekolah dasar bahkan di pendidikan usia dini kita sudah di doktrin bahwa gurru adalah pahlawan tanpa tanda jasa.


Doktrin tersebut mengacu pada pengakuan atas peran penting dan mulia yang dimainkan oleh para guru dalam membentuk generasi muda tanpa harus menerima penghargaan formal atau tanda jasa yang besar.


Guru dianggap sebagai pahlawan karena mereka memiliki dampak yang besar dalam membentuk karakter, pengetahuan, dan nilai-nilai positif pada anak-anak dan remaja.


Para guru seringkali bekerja dengan penuh dedikasi dan pengorbanan, tanpa mengharapkan pengakuan yang besar atau imbalan material yang berlimpah.


Mereka berjuang untuk memberikan pendidikan yang berkualitas, membimbing, dan memberikan inspirasi kepada murid-muridnya.


Doktrin ini menekankan bahwa penghargaan sejati bagi para guru terletak pada apresiasi, pengakuan, dan dukungan dari masyarakat dan pemerintah, bukan hanya pada penghargaan formal atau tanda jasa.


Dengan mengangkat guru sebagai pahlawan tanpa tanda jasa, doktrin ini mengajarkan nilai-nilai seperti rasa syukur, penghargaan, dan kesadaran akan pentingnya peran pendidikan dalam membangun masa depan yang lebih baik.


Para guru dianggap sebagai pahlawan karena mereka membawa cahaya pengetahuan, membentuk karakter, dan memberikan arah bagi generasi muda tanpa harus menunggu penghargaan formal sebagai imbalan atas jasa-jasa mereka.


Namun per hari ini nilai pada doktrin tersebut mengalami disorientasi baik di kalangan masyarakat ataupun pada pemerintah.


Doktrin yang awalnya menggambarkan penghargaan pada guru, kini rupanya doktrin tersebut di artikan begitu lurusnya sehingga banyak guru-guru yang mengalami ketidakadilan dan tidak ada tanda jasa sebab anggapan kita bahwa guru tak perlu tanda jasa.


Krisis penghargaan yang di rasakan guru begitu banyak sehingga tak sulit untuk kita jumpai sehari-hari bahkan tidak jarang ada yang menormalisasi beberapa perlakuan tidak adil yang di hadapi oleh guru.


Kesejahteraan guru semakin hari semakin memprihatinkan, hal ini tidak terlepas dari acuh tak acuhnya pemerintah terhadap kesejahteraan guru dan masyarakat yang mulai mengalami degradasi pendidikan moral dan etika.


Dalam upaya mensejahterakan guru, pemerintah sudah banyak mengeluarkan kebijakan dan UU namun pertanyaannya apakah realisasi dari setiap UU atau kebijakan sudah berjalan merata atau sudah di rasakan semua guru?


Ataukah UU dan kebijakan hanyalah respon atas ocehan masyarakat yang di anggap berisik sehingga kebijakan di keluarkan untuk menutup mulut berisik itu?


Tanpa melihat lagi fakta lapangan dari implementasi kebijakan dan UU yang di buat. Misalnya undang-undang RI nomor 14 Tahun 2005 tentang guru dan dosen yang katanya upaya pemerintah dalam mensejahtarakan  kehidupan guru.


Sudah berjalan hampir 19 tahun nampaknya UU tersebut tidak menyentuh sampai pada akar rumput permasalahan, sebab kita lihat banyak sekali guru-guru honorer di pelosok negeri mendapatkan upah yang menurut saya tidak manusiawi.


Bagaimana tidak, banyak gaji guru honorer yang membuat kita mengelus dada, ada yang hanya di beri  lima puluh ribu rupiah perbulan bahkan ada yang tiddak sama sekali di gaji, akhirnya memilih untuk kerja sampingan agar dapat memenuhi kebutuhan hidup.


Akhirnya UU yang dibuat hanya menimbulkan kesenjangan antara satu guru dengan guru lainnya.


Tidak adanya kesejahteraan yang merata bagi guru inilah yang menjadikan  guru sebagai sasarn empuk janji manis politisi setiap kali memasuki tahun politik, mulai dari pemilihan umum sampai pada pemilihan daerah.


Setelah selesai maka guru hanya menikmati janji saja, manisnya di bawa politisi untuk menduduki kursi kekuasaan. Bahkan gaji guru masih begitu-begitu saja, bahkan jauh di bawa dari gaji pelatih seekor anjing atupun pelatih hewan lainnya.


Krisis penghargaan yang dirasakan guru bukan hanya didapat dari pemerintah tetapi juga masyarakat, ini bisa kita lihat dari berbagai kasus yang beredar di kalangan masyarakat yaitu ada banyak guru yang di adukan dan dilaporkan ke pihak kepolisian dengan tuduhan pidana terhadap murid mereka.


Meskipun guru bertindak untuk mendidik siswa agar menjadi lebih baik, seringkali hal ini membuat para guru cenderung memilih metode pendidikan yang dianggap lebih nyaman, meskipun terkadang mereka merasa tidak puas dengan hasilnya.


Guru tidak hanya bertugas untuk menyampaikan materi pelajaran, tetapi juga memiliki tanggung jawab untuk membimbing siswa dengan nilai-nilai yang positif.


Selain itu, tersebar di masyarakat rekaman atau video yang menunjukkan siswa melecehkan guru, menunjukkan kurangnya penghargaan terhadap guru. Siswa seringkali lupa bahwa kesuksesan di masa depan juga didukung oleh peran guru.


Situasi ini sangat menyakitkan bagi para guru yang seharusnya diperlakukan dengan hormat namun seringkali tidak mendapatkannya.


Hal-hal tersebut yang membuat saya merasa bahwa doktrin pahlawan tanpa tanda jasa sudah tidak lagi relevan, saatnya mengganti doktrin itu dengan doktin tandingan yaitu PAHLAWAN PERLU TANDA JASA, sebab jasa guru yang sudah begitu besar terhadap masa depan negara sudah semestinya guru diapresiasi dengan layak.


Bukan hanya dari kebijakan pemerintah tetapi perlu adanya dukungan masyarakat. Masyarakat juga perlu memahami bahwa upaya guru dalam memberikan pendidikan kepada anak-anak merupakan kontribusi penting yang tidak selalu dapat diberikan oleh orang tua di rumah.


Oleh karena itu, perlu adanya pemahaman yang lebih luas untuk menghargai peran guru dan tidak dengan mudah melibatkan mereka dalam masalah hukum akibat tindakan mendidik yang mereka lakukan.




Editor : Arjuna H T Munthe

Tidak ada komentar:

Posting Komentar